Kemiripan Teknik Industri dan Arsitektur

Dalam blog ini, saya baru saja menjawab sebuah pertanyaan yang meminta konfirmasi tentang pandangan umum bahwa Teknik Industri itu belajar banyak hal, sehingga tidak dalam dibandingkan dengan keilmuan teknik lainnya. Akibatnya terdapat tuduhan bahwa TI bukan ahli atau kalah ahli…

Jawaban atas pertanyaan itu menimbulkan ide untuk menganalogikan keahlian perekayasa industri dengan keahlian arsitek dari keilmuan arsitektur. Bidang ilmu arsitektur di Universitas Indonesia terletak di fakultas teknik, namun mereka “melepaskan” kata teknik, sehingga bukan teknik arsitektur tapi hanya arsitektur. Mungkin karena tidak tahan dituduh bukan ilmu teknik, kurang ahli, dll. Mirip seperti yang terjadi dengan teknik industri saat ini (ditambah tuduhan: matematika fisikanya kurang, teknik kok belajar manajemen).

Anggapan orang tentang luasan keilmuan teknik industri adalah wajar, karena persepsi umum dalam belajar ilmu teknik adalah spesialisasi. Sehingga jika ada yang seperti TI yang spesialisasinya adalah generalis sistematis, dianggap aneh dan tidak ahli. Padahal inti utama keilmuan teknik industri adalah kemampuan mengkombinasikan elemen sehingga timbul solusi yang efisien dan efektif.

Dalam apa yang saya baca, jika melihat disiplin ilmu arsitektur, banyak arsitek kawakan yang mampu menghasilkan karya besar dengan melakukan kombinasi terhadap berbagai elemen alam. Apakah dia tidak ahli, karena dia hanya memiliki sedikit ilmu tanah, ilmu bangunan, ilmu lingkungan dan ilmu air? 
Artinya dia tetap ahli, cuman bukan pada bidang ilmu tertentu tetapi mengkombinasikan ilmu-ilmu lainnya. Dia perlu tahu ilmu-ilmu tersebut pada tingkat kedalaman yang berbeda-beda supaya memiliki bekal cukup untuk membuat berbagai kombinasi solusi atau desain. Dia membutuhkan ahli bidang lainnya untuk berdiskusi tentang pendobrakan limitasi akibat perkembangan teknologi. Millennium Dome di kota London, Inggris mendobrak dengan sebuah bangunan luas dengan hanya bahan “plastik”.

Seorang perekayasa industri juga harus mampu melakukan hal yang sama. Setiap elemen dalam menyusun sebuah sistem terintegrasi harus disusun sedemikian rupa tanpa melanggar hukum ilmu alam, hukum manusia, aturan keuangan, sifat material dll. Dia bileh bahkan wajib berkonsultasi secara tim dengan bidang ilmu lainnya untuk mendapatkan keunggulan lebih dalam desain solusinya.

Tentu bukan berarti semua hal akan dipelajari, hanya elemen-elemen penting saja, dan ini cukup memadai. Permainan catur menjadi asyik bukan karena banyaknya komponen, tetapi karena berbagai kemungkinan pergerakan dari setiap elemennya. dimana setiap elemen memiliki aturannya yang harus dipelajari dan ditaati terlebih dahulu. Prajurit hanya bisa maju mundur lurus kecuali mengambil alih area yang diduduki musuh. Kuda hanya bisa bergerak dalam pola L, dan aturan lainnya. Bahkan dengan ada aturan seperti itu yang sebenarnya membatasi kemungkinan permainan, tetap menghasilkan kompleksitas permainan yang luar biasa.

Jadi TI tetap ahli, namun ahli yang berbeda.

9 komentar pada “Kemiripan Teknik Industri dan Arsitektur”

  1. Selamat siang Pak Hidayatno, saya mahasiswa Teknik Industri tingkat akhir yang hendak mengerjakan skripsi. Saya memiliki impian untuk kerja di dunia konstruksi dan rencana saya ingin menyusun judul skripsi yang sesuai dengan impian saya tersebut. pertanyaaan saya adalah ilmu Teknik Industri apa yang relevan diterapkan di dunia konstruksi/building khususnya pekerjaan lapangan? dan bagaimana daya saing lulusan teknik industri di dunia konstruksi? terimakasih.

    1. Salah satu teman saya memiliki usaha di sektor konstruksi, dan menurut dia kekuatannya adalah pada cost estimation, quality dan project management. Tentang daya saing, sulit dijawab karena dunia konstruksi biasanya baru membutuhkan TI ketika masuk ke urusan analisa biaya.

  2. selamat siang Pak Hidayatno, saya berniat melanjutkan kuliah master untuk jurusan Teknik Industri, namun, background sarjana saya adalah Teknik Arsitektur.
    menurut Bapak, seberapa erat kaitan keduanya? dan bagaimana kedepannya penerapan ilmu dengan kedua bidang tersebut?
    terima kasih sebelumnya 🙂

    1. Di UI, Arsitektur telah menyatakan bahwa mereka bukan teknik, jadi hanya departemen arsitektur. Tapi itu di UI, jadi mungkin berbeda dengan anda. Motivasi utama para pendaftar magister teknik industri adalah karena mereka membutuhkan keilmuan teknik industri karena berkecimpung dalam dunia industri, baik jasa maupun manufaktur. Nah saya tidak tahu anda termotivasi apa untuk mengambil ini.

      Dalam artikel ini memang saya menuliskan kemiripan keduanya karena sama-sama menghasilkan integrated solutions.

      Di program magister kami, ada yang telah lulus dengan latar belakang seni rupa ITB karena dia berkecimpung dalam perancangan industri pertahanan. Dan dia melihat peluang yang lebih baik setelah belajar secara intensif ilmu ergonomi dengan perancangan produk yang memang sangat lengkap fasilitasnya di UI. Kami sendiri sedang merintis kerjasama dengan arsitektur untuk mengembangkan konsep design thinking.

  3. Malam pak, mau tanya tetang masalah ekonomi ,sebantar lg menginjak tahun 2015 . Dan mau menghadapi economic asean 2015 ,bagaimana Teknik industri untuk menghadapinya, dan usaha industri industri kecil utk bisa bersaing dari negara lain pak berikan masukan nya………

    1. Intinya sih kekuatan pasar Indonesia harus direbut kembali oleh kemampuan industri Indonesia sendiri dengan menjadi lebih baik, karena tenaga kerja murah telah lewat masanya (udah gitu demo terus minta naik). Untuk industri kecil, harus mampu memiliki kemampuan membangun jejaring dalam skala nasional dan internasional untuk bisa berkembang, apalagi di masa internet semacam ini.

  4. Paparan yang mencerahkan tentang TI, pak Akhmad. Proficiat! Sepertinya pencarian jati diri/ pen(re-)definisian keilmuan TI menjadi isu yang dibicarakan di mana-mana oleh kalangan praktisi, alumni, dan akademisi TI ya Pak.. Ketika ikut Scandinavian Industrial Engineering & Management conference 2013, isu ini juga dibahas 🙂

Tinggalkan komentar